Sabtu, 23 Januari 2010

BACAAN AL-FATIHAH

Imam Syafi’i berkata : wajib membaca surat al-fatihah bagi yang shalat sendiri atau menjadi imam untuk setiap raka’at dan tidak ada gantinya selain surat al-fatihah ( Al-Um : 1 : 93 ). Dan beliau juga mengatakan : wajib secara pasti bagi ma’mum membaca surat al-fatihah pada saat imam mensirkan (pelan) bacaannya, adapun pada saat imam mengeraskan bacaannya ada dua pendapat, antara yang mengharuskan dan melarang membaca al-fatihah. ( Al-Mizan Al-Kubra : 1 : 152 )

Mayoritas pengikut madzhab syafi’i seperti Imam Bukhari, Imam Syaukani dan selainnya memilih mengharuskan membaca al-fatihah disaat imam mengeraskan bacaannya, dengan sandaran hadits Nabi

"لاصلاةَ لمن لَم يَقْرأ بفاتحةِ الكتابِ"متفق عليه

Tidak sah shalat bagi yang tidak membaca surat al-fatihah ( H.R Mutafaq alaih )

Selain hadits tersebut masih banyak hadits yang senada, diantaranya

:" لا تَفْعلوا إلاّ بأمّ القرآنِ ". رواه البخاري وغيرُه  وقولِه

Sabda Rasul saw : janganlah kamu melakukan apa-apa (wahai ma’mum) kecuali membaca al-fatihah (H.R Bukhari dan lainnya)

Berbeda dengan pendapat Imam Malik dan kebanyakan pengikutnya, Imam Ahmad dan kebanyakan pengikutnya, Imam Abdullah bin Mubarak, Imam Ishaq bin Rahawaih mereka berpendapat : Apabila Imam membaca dengan mengeraskan suaranya maka ma’mum harus diam tidak boleh membaca apapun dan apabila imam membaca dengan sir (pelan) maka ma’mum membaca al-fatihan yang terdengar oleh dirinya sendiri. Mereka beralasan dengan firman Allah swt.

وإذا قُرِئَ القرأنُ فاَسْتَمِعُوا له وأَنْصِتُوا لعلّكُمْ تُرْحَمُونَ

Apabila dibacakan Al-qur’an maka kalian harus mendengarkanny dan berdiamlah kalian pasti kalian akan dikasihani (Al- A’raf : 204)

Imam Ahmad menyebutkan secara ijma ulama bahwasannya ayat di atas turun berkenaan dengan masalah shalat, dengan dukungan sabda Rasul saw

:" أقيموا صفوفَكم ثمّ ليَؤُمَّكم أحدُكُم، فإذا كبَّر فكَبِّرُوا، وإذَا قَرَأَ فَأَنْصِتُوا " رواه مسلم وأبو داود وابن ماجه

Luruskanlah barisan-barisan kalian dan angkatlah imam salah seorang diantara kalian, apabila imam takbir maka kalian takbir dan jika imam membaca Al-qur’an maka diamlah kalian (H.R Muslim, Abu Daud dan Ibnu Majah).


أنّ رسول الله  وعن أبي هريرة
انْصَرَف من صلاةٍ جَهَرفيهابالقراءة، فقال: "هل قَرأ معي أحدٌ منكم آنفًا؟ فقال رجلٌ:نعم يارسولَالله. قال:"إنّي أقولُ مالي أنازِعُ القرآنَ

Dari Abu Hurairah RA, sesungguhnaya Rasulullah suatu saat baru saja selesai dari melaksanakan shalat yang di dalamnya beliau mengeraskan bacaan qur’annya. Beliau bertanya : apakah ada salah seorang diantara kalian yang membaca qur’an bersamaku barusan ? maka berkata seorang lelaki, betul Ya Rasulullah. Beliau bersabda : kataku apakah mungkin aku harus mengacaukan bacaan Al-qur’an?

Semenjak peristiwa tersebut orang-orang tidak membaca al-qur’an disaat nabi mengeraskan bacaannya dalam shalat, mereka cukup mendengarkan bacaan Rasulullah.

Menyikapi dua pendapat tersebut di atas Ibnu Taimiyah menengahinya dengan berpendapat bahwa, para ulama salaf baik dari golongan shahabat maupun tabi’in diantara mereka ada yang membaca al-qur’an dan sebagian lagi ada yang tidak membaca. Al-qur’an di belakang imam. Jumhur ulama berpendapat membaca Al-qur’an di belakang imam berbeda atara imam membacanya dengan keras dan yang sir (pelan), ma’mum membaca di kala imam membaca bacaannya sir (pelan) dan tidak membaca di saat imam mengeraskan suaranya.pendapat tersebut menurut ibnu Taimiah merupakan qaol yang paling adil (moderat), sebab Allah telah berfirman :

وإذا قُرِئ القرآنُ فَاستَمِعُوا له وأنْصِتُوا لعلّكُمْ تُرْحَمُون
َApabila di bacaakan qu’an maka dengarkanlah dan diamlah kalian pasti kalian akan dikasihani. ( Al-‘araf : 204).
Maka apabila imam membaca, maka dengarkanlah dan apabila imam sir (pelan) dalam bacaannya maka ma’mum membaca, sesungguhnya bahwa membaca lebih baik daripada diam, apabila tidak ada yang bisa didengar. (Al-Fatawa al-kubra : 1 : 104)


0 komentar:

Posting Komentar